Halaman

Ahad, 2 Ogos 2015

Kisah cinta agung antara Saidina Ali dan Saidatina Fatimah

Ada rahasia terdalam di hati Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali.

Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.

"Allah mengujiku rupanya", begitu batin Ali. Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.

Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti Ali. Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.

Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. "Inilah persaudaraan dan cinta", gumam Ali. "Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.

Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan Umar..”

Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana Umar melakukannya. Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’Umar adalah lelaki pemberani. Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan Ali ridha.

Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan.Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran Umar juga ditolak.

Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adzkah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.. ””Aku?”, tanyanya tak yakin.”Ya. Engkau wahai saudaraku!””Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?””Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.

"Engkau pemuda sejati wahai Ali!", begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan- pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya. Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi. Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?””Entahlah..””Apa maksudmu?””Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!" "Hai, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !

Dan Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti.

Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian. 

Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari setelah keduanya menikah, Fatimah berkata kepada Ali: 
Fatimah : “Wahai suamiku Ali, aku telah halal bagimu, aku pun sangat bersyukur kepada Allah karena ayahku memilihkan aku suami yang tampan, sholeh, cerdas dan baik sepertimu”. 
Ali : “Aku pun begitu wahai Fatimahku sayang, aku sangat bersyukur kepada Allah akhirnya cintaku padamu yang telah lama kupendam telah menjadi halal dengan ikatan suci pernikahanku denganmu.” 
Fatimah : (berkata dengan lembut) “Wahai suamiku, bolehkah aku berkata jujur padamu? karena aku ingin terjalin komunikasi yang baik diantara kita dan kelanjutan rumah tangga kita”. 
Ali : “Tentu saja istriku, silahkan, aku akan mendengarkanmu…”. 
Fatimah : “Wahai Ali suamiku, maafkan aku, tahukah engkau bahwa sesungguhnya sebelum aku menikah denganmu, aku telah lama mengagumi dan memendam rasa cinta kepada seorang pemuda, dan aku merasa pemuda itu pun memendam rasa cintanya untukku. Namun akhirnya ayahku menikahkan aku denganmu. Sekarang aku adalah istrimu, kau adalah imamku maka aku pun ikhlas melayanimu, mendampingimu, mematuhimu dan menaatimu, marilah kita berdua bersama-sama membangun keluarga yang diridhoi Allah” 

Sungguh bahagianya Ali mendengar pernyataan Fatimah yang siap mengarungi bahtera kehidupan bersama, suatu pernyataan yang sangat jujur dan tulus dari hati perempuan sholehah. Tapi Ali juga terkejut dan agak sedih ketika mengetahui bahwa sebelum menikah dengannya ternyata Fatimah telah memendam perasaan kepada seorang pemuda. Ali merasa agak sedih karena sepertinya Fatimah menikah dengannya karena permintaan Rasul yang tak lain adalah ayahnya Fatimah, Ali kagum dengan Fatimah yang mau merelakan perasaannya demi taat dan berbakti kepada orang tuanya yaitu Rasul dan mau menjadi istri Ali dengan ikhlas. 

Namun Ali memang sungguh pemuda yang sangat baik hati, ia memang sangat bahagia sekali telah menjadi suami Fatimah, tapi karena rasa cintanya karena Allah yang sangat tulus kepada Fatimah, hati Ali pun merasa agak bersalah jika hati Fatimah terluka, karena Ali sangat tahu bagaimana rasanya menderita karena cinta. Dan sekarang Fatimah sedang merasakannya. Ali bingung ingin berkata apa, perasaan didalam hatinya bercampur aduk. Di satu sisi ia sangat bahagia telah menikah dengan Fatimah, dan Fatimah pun telah ikhlas menjadi istrinya. Tapi disisi lain Ali tahu bahwa hati Fatimah sedang terluka. Ali pun terdiam sejenak, ia tak menanggapi pernyataan Fatimah. 

Fatimah pun lalu berkata, “Wahai Ali suamiku sayang, Astagfirullah, maafkan aku. Aku tak ada maksud ingin menyakitimu, demi Allah aku hanya ingin jujur padamu, saat ini kaulah pemilik cintaku, raja yang menguasai hatiku.”. 

Ali masih saja terdiam, bahkan Ali mengalihkan pandangannya dari wajah Fatimah yang cantik itu. Melihat sikap Ali, Fatimah pun berkata sambil merayu Ali, “Wahai suamiku Ali, tak usah lah kau pikirkan kata-kataku itu, marilah kita berdua nikmati malam indah kita ini. Ayolah sayang, aku menantimu Ali”. 

Ali tetap saja terdiam dan tidak terlalu menghiraukan rayuan Fatimah, tiba-tiba Ali pun berkata, “Fatimah, kau tahu bahwa aku sangat mencintaimu, kau pun tahu betapa aku berjuang memendam rasa cintaku demi untuk ikatan suci bersamamu, kau pun juga tahu betapa bahagianya kau telah menjadi istriku. Tapi Fatimah, tahukah engkau saat ini aku juga sedih karena mengetahui hatimu sedang terluka. Sungguh aku tak ingin orang yang kucintai tersakiti, aku bisa merasa bersalah jika seandainya kau menikahiku bukan karena kau sungguh-sungguh cinta kepadaku. Walaupun aku tahu lambat laun pasti kau akan sangat sungguh-sungguh mencintaiku. Tapi aku tak ingin melihatmu sakit sampai akhirnya kau mencintaiku.”. 

Fatimah pun tersenyum mendengar kata-kata Ali, Ali diam sesaat sambil merenung, tak terasa mata Ali pun mulai keluar air mata, lalu dengan sangat tulus Ali berkata lagi, “Wahai Fatimah, aku sudah menikahimu tapi aku belum menyentuh sedikit pun dari dirimu, kau masih suci. Aku rela menceraikanmu malam ini agar kau bisa menikah dengan pemuda yang kau cintai itu, aku akan ikhlas, lagi pula pemuda itu juga mencintaimu. Jadi aku tak akan khawatir ia akan menyakitimu. Aku tak ingin cintaku padamu hanya bertepuk sebelah tangan, sungguh aku sangat mencintaimu, demi Allah aku tak ingin kau terluka… Menikahlah dengannya, aku rela”. 

Fatimah juga meneteskan airmata sambil tersenyum menatap Ali, Fatimah sangat kagum dengan ketulusan cinta Ali kepadanya, ketika itu juga Fatimah ingin berkata kepada Ali, tapi Ali memotong dan berkata, “Tapi Fatimah, sebelum aku menceraikanmu, bolehkah aku tahu siapa pemuda yang kau pendam rasa cintanya itu?, aku berjanji tak akan meminta apapun lagi darimu, namun izinkanlah aku mengetahui nama pemuda itu.” 

Airmata Fatimah mengalir semakin deras, Fatimah tak kuat lagi membendung rasa bahagianya dan Fatimah langsung memeluk Ali dengan erat. Lalu Fatimah pun berkata dengan tersedu-sedu,“Wahai Ali, demi Allah aku sangat mencintaimu, sungguh aku sangat mencintaimu karena Allah." 

Berkali-kali Fatimah mengulang kata-katanya. Setelah emosinya bisa terkontrol, Fatimah pun berkata kepada Ali, “Wahai Ali, Awalnya aku ingin tertawa dan menahan tawa sejak melihat sikapmu setelah aku mengatakan bahwa sebenarnya aku memendam rasa cinta kepada seorang pemuda sebelum menikah denganmu, aku hanya ingin menggodamu, sudah lama aku ingin bisa bercanda mesra bersamamu. Tapi kau malah membuatku menangis bahagia. Apakah kau tahu sebenarnya pemuda itu sudah menikah”. 

Ali menjadi bingung, Ali pun berkata dengan selembut mungkin, walaupun ia kesal dengan ulah Fatimah kepadanya ”Apa maksudmu wahai Fatimah? Kau bilang padaku bahwa kau memendam rasa cinta kepada seorang pemuda, tapi kau malah kau bilang sangat mencintaiku, dan kau juga bilang ingin tertawa melihat sikapku, apakah kau ingin mempermainkan aku Fatimah?, sudahlah tolong sebut siapa nama pemuda itu? Mengapa kau mengharapkannya walaupun dia sudah menikah?”. 
Fatimah pun kembali memeluk Ali dengan erat, tapi kali ini dengan dekapan yang mesra. Lalu menjawab pertanyaan Ali dengan manja, “Ali sayang, kau benar seperti yang kukatakan bahwa aku memang telah memendam rasa cintaku itu, aku memendamnya bertahun-tahun, sudah sejak lama aku ingin mengungkapkannya, tapi aku terlalu takut, aku tak ingin menodai anugerah cinta yang Allah berikan ini, aku pun tahu bagaimana beratnya memendam rasa cinta apalagi dahulu aku sering bertemu dengannya. Hatiku bergetar bila ku bertemu dengannya. Kau juga benar wahai Ali cintaku, ia memang sudah menikah. Tapi tahukah engkau wahai sayangku, pada malam pertama pernikahannya ia malah dibuat menangis dan kesal oleh perempuan yang baru dinikahinya” 
Ali pun masih agak bingung, tapi Fatimah segera melanjutkan kata-katanya dengan nada yang semakin menggoda Ali, ”Kau ingin tahu siapa pemuda itu? Baiklah akan kuberi tahu. Sekarang ia berada disisiku, aku sedang memeluk mesra pemuda itu, tapi kok dia diam saja ya, padahal aku memeluknya sangat erat dan berkata-kata manja padanya, aku sangat mencintainya dan aku pun sangat bahagia ternyata memang dugaanku benar, ia juga sangat mencintaiku…” 
Ali berkata kepada Fatimah, “Jadi maksudmu…?” 
Fatimah pun berkata, “Ya wahai cintaku, kau benar, pemuda itu bernama Ali bin Abi Thalib sang pujaan hatiku”. 
Subhanallah, Betapa Indahnya Kisah Cinta antara Ali Bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra. Maha Suci Allah, Dia-lah yang mengatur segalanya. Dia-lah yang telah mengatur jodoh, rezeki, pertemuan, dan maut dari setiap insan di dunia.

#copy&paste

Rabu, 29 Julai 2015

Zinnirah

Abis exam, patutnya berehat tapi tulah. Kena siapkan assignment lagi. Utk hilangkan tension, baca artikel kat internet. Antara artikel yg paling mencuri perhatian ialah kisah seorang wanita yang buta tetapi celik hatinya. Wanita yang dimaksudkan ialah Zinnirah.

Zinnirah....Nama yang begitu indah seindah akhlaknya. Mungkin ramai tidak mengenai kisah ketabahan dan keagungan cintanya kepada Allah s.w.t. Wanita mithali ini bukanlah terkenal kerana kecantikan atau kebangsawanan. Dia memang tidak memiliki kecantikan atau kekayaan. Dia hanyalah seorang hamba kepada Umar al-Khattab sebelum keislamannya namun dia memiliki aqidah tauhid yang menebal pada zaman penentangan Islam. Biarpun fizikal wanita ini diseksa dengan berbagai-bagai kesakitan, penderitaan & kesusahan tetapi hatinya tetap kepada Allah S.W.T. Dia menerima penyeksaan itu walaupun tubuhnya hancur akibat pukulan demi pukulan, sepakan terajang & hantukan. Namun, demi Islam dia tidak akan menyerah kalah.

Dunia dan segala isinya bukan lagi matlamat. Sekalipun dilonggokkan emas sebesar Bukit Uhud, dia tidak akan menukar aqidah yang telah bertunjang di hatinya. Menurut riwayat islam, Zinnirah adalah di antara org yang awal memeluk Islam.Zaman awal Islam penuh cubaan. Sesiapa yang memeluk Islam, tidak seorang pun bebas daripada pelbagai penderitaan, kecaman, kata nista dan penindasan. Zinnirah mengalami itu semua. Wanita berbangsa Rom ini telah ditawan dan dijual di Kota Makkah. Kemudian Umar al-Khattab membelinya dengan harga yang murah utk dijadikan hamba, seterusnya menjadi tawanan tuannya.

Pada peringkat awal, Zinnirah cuba menyembunyikan pengislamannya daripada diketahui oleh Umar. Dia melakukan ibadah ketika org lain tiada di rumah atau pada waktu tengah malam ketika org lain sedang nyenyak tidur. Namun, lama kelamaan amalan solehahnya dapat dicium oleh musuh.

Sudah tentu org yang paling marah ialah tuannya sendiri iaitu Umar. Siapakah yang tidak kenal dengan Umar al-Khattab yang terkenal dengan sikap kejam, bengis, ganas, garang, tidak berhati perut, tidak berperikemanusiaan itu. Umar terus menampar Zinnirah, menendang, mengikat kedua belah kai tangan Zinnirah. Kemudian, dijemur di tgh panas mentari. Bayangkanlah antara seksaan yang dihadapinya. Sungguh panas padang pasir pada waktu siang dan terlalu sejuk pada waktu malam, badannya dihempap dengan batu besar dan 1001 macam penyeksaan yang diterimanya.

Dalam keperitan fizikal, Zinnirah masih mampu menguntum senyuman. Hatinya tidak putus-putus mengucapkan " Allah, Allah, Allah, Allahu Akbar, Allah lah yang Maha Besar ". Dan hatinya berbisik, " Ini untuk-Mu wahai Tuhan, aku membeli kesusahan ini utk mendapat kesenangan di akhirat ". Begitulah ungkapan katanya yang menjadi penawar utknya.

Kemuncak penyeksaan yang diterima oleh Zinnirah ialah matanya dicucuk dengan besi tajam dan akhirnya gelaplah seluruh pandangan. Hatinya masih mampu berbisik," Tuhan, walau aku dibunuh mati, aku lebih rela daripada menjual agama-Mu ini Tuhan. Semakin aku diuji, semakin terasa kehebatan dan keagungan-Mu Tuhan. Panahan cinta dari-Mu itulah makin menguatkan diri ini utk menerima apa shj. Cuma satu permintaanku, berilah petunjuk kepada org yang menyeksaku ini.

Ternyata doa org teraniaya ini makbul. Akhirnya Umar memeluk Islam setelah mendapat hidayah Allah S.W.T melalui adiknya, Fatimah. Malah Saidina Umar menjadi sahabat yang tergolong Khulafa Arrasyidin...Sifat pembengisnya bertukar menjadi lembut, garang bertukar kepada pemaaf, bakhil bertukar pd pemurah,tidak berhati perut kepada bertimbang rasa, gila dunia kepada gila akhirat.

Kembali kepada Zinnirah, walaupun matanya buta utk melihat alam maya tapi hatinya tidak buta utk menerima cahaya kebenaran Islam. Pandangan hati boleh menembusi pandangan zahir. Apabila melihat keadaan Zinnirah, org-org Quraisy cuba mempermain-mainkannya. Mereka mengatakan Zinnirah buta kerana menerima laknat dari Tuhan mereka iaitu, latta dan Uzza.

Zinnirah menolak penghinaan itu. Baginya kedua berhala itu tiada sedikitpun kena mengena dengan matanya. Dia cuba meyakinkan mereka bahawa masalah buta itu adalah datang daripa Allah S.W.T. Maka Allahlah yang berkuasa mengembalikan pancainderanya seperti biasa.

Berlakulah sedikit kekecohan, org-org Qurais mencabar Zinnirah kerana mempertahan dirinya. Umar pula sudah berhenti menyeksa kerana bosan melihat ketabahan hatinya.

Hambanya tidak mahu sedikitpun berganjak daripada keimanan kepada Allah S.W.T. Tiada siapa yang boleh menolak ketentuan Tuhan. Apabila Allah S.W.T mengambil sekejap nikmat mata, kemudian memulangkannya semula kepada Zinnirah. Allah S.W.T menggantikannya dengan mata yang lebih baik. Zinnirah boleh melihat seperti biasa, lebih terang daripada matanya yang asal. Demikianlah pertolongan Allah S.W.T kepadanya bagi menguatkan lagi keimanannya. Tidak lama kemudian, Saiyidina Abu Bakar datang menyelamatkan Zinnirah dengan membelinya dengan harga tinggi. Terselamatlah dia daripada menjadi penindasan org-org kafir.

Di antara sifat wanita yang solehah ini, dia sentiasa merasa Allah S.W.T memerhatikan dirinya, setiap detik dan saat. Apabila nafsunya mengajak berbuat sesuatu perkara yang mungkar, segera pula hatinya bertindak balas dengan mengatakan Allah S.W.T Maha Melihat. Nafsu yang mahu berbuat segera ditepis dengan katanya," wahai nafsu mengapa engkau tidak takut dengan neraka?".

Hati Zinnirah sentiasa terpimpin, begitu juga dengan akhlaknya. Hasilnya, hati dan jiwa merasa aman daripada kongkongan hawa nafsu. Kemerdekaan jiwa inilah yang diperolehi oleh Zinnirah, wanita yang tidak terkenal di dunia tetapi terkenal di langit.

Bila baca artikel ni, terasa diri ini mempunyai kekurangan jika dibandingkan dengan Zinnirah

Ahad, 28 Jun 2015

Peperiksaan

Sebenarnya saya takde niat nak curi artikel orang lain tapi entah kenapa saya sangat tertarik dengan artikel ini. Maybe artikel ini ada kaitan dengan kite tak kisahlah di sekolah ke, universiti atau yang sama waktu dengannya. Artikel ini saya dapat daripada group whatsapp saya. Artikel ini dituls oleh Hilal Asyraf


oleh : hilal asyraf~
Ada orang buat request artikel berkenaan peperiksaan. Hem.

Jadi saya fikir, saya buat satu post berkenaan dengannya. Dengar kata, musim exam sudah semakin hampir untuk pelajar-pelajar universiti di Malaysia. Yakah? Saya dengar sahaja. Sebenarnya, Jordan pun sudah hendak mula exam.

Tetapi saya biasanya tak fikir sangat periksa.

Namun itu tidaklah menjatuhkan martabat kepentingan peperiksaan.

Periksa tetap penting. Walaupun saya tak fikir sangat fasal periksa.




Sekadar teringat akan bicara Ibrahim Jawarneh.

Satu hari, semasa keputusan imtihan awwal(peperiksaan pertama) bagi maddah(pelajaran) Fiqh Ibadat 2 keluar, ramai pelajar mendapat markah yang rendah. Oh, pembetulan. Ramai pelajar yang mendapat markah yang teramat-amat rendah.

Maka pensyarah yang mengajar, Sheikh Dr Ibrahim Jawarneh melenting di dalam kelas.

Satu ayat dia yang paling tidak boleh saya lupa adalah:

“Antum allaziina la yakhafuunallah!”

Atau dalam bahasa melayunya: “Kamu adalah orang-orang yang tidak takutkan Allah!”

Ayat itu keluar, atas sebab markah peperiksaan kami yang rendah pada hari itu.


Apa kaitan tidak takutkan Allah, dengan markah rendah dalam peperiksaan?

Ada pelajar arab marah dengan ‘tuduhan’ itu. Apa kaitan markah peperiksaan, dengan keimanan kepada Allah? Tidak takutkan Allah adalah tuduhan yang berat sebenarnya.

Tetapi Dr Ibrahim Jawarneh tetap dengan kata-katanya.

“Pelajaran kamu semua adalah amanah. Kamu bermain-main dalam pelajaran kamu. Sebab itu kamu dapat markah yang rendah!”

Maka ada pelajar arab yang lain berkata: “Soalan kau yang susah sangat!”

Dr Ibrahim Jawarneh berkata: “Soalan yang mana? Tunjukkan pada aku!”

Bila pelajar arab itu menunjuk, maka Dr Ibrahim Jawarneh membuka kitab dan menunjukkan jawapan. “Bukankah jawapannya di sini? Apa yang susahnya? Apakah kamu tidak membaca buku dengan baik?” Pelajar itu diam.

Seorang pelajar lagi berkata: “Kau ajar, kami tak faham. Uslub kau susah!”

Dr Ibrahim Jawarneh berkata: “Apakah kau pernah datang ke bilik aku dan suruh aku terangkan semula apa yang kau tidak faham? Tidak pernah bukan?” Pelajar itu diam.

Ada pelajar berkata: “Yang soalan ini kau tidak ajar pun!”

Dr Ibrahim Jawarneh menjawab: “Benarkah? Atau kau yang ponteng kelas pada hari itu?”

Pelajar itu diam.

Akhirnya Dr Ibrahim Jawarneh berkata: “Kamu semua, bermain-main dalam pelajaran kamu. Kamu tidak menuntut ilmu dengan serius. Ini adalah amanah! Kamu semua adalah orang-orang yang tidak takutkan Allah!”

Dan tiada siapa lagi yang bersuara.


Penutup: Kalau kamu takutkan Allah, kamu studi sungguh-sungguh.

Sebenarnya, apa yang saya nak bawakan bukanlah peperiksaan sangat. Yalah. Apa guna saya cakap fasal peperiksaan kalau studi pun tidak sungguh-sungguh.

Pokok pangkalnya pun, kalau saya hendak cakap fasal peperiksaan, tetap saya kena cakap fasal studi sungguh-sungguh bukan? Apa tips menghadapi peperiksaan yang lebih baik dan lebih penting dari studi sungguh-sungguh?

Fahamkah kamu maksud ayat ini:

“…kemudian apabila engkau telah berazam maka bertawakalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Mengasihi orang-orang yang bertawakal kepadaNya.” Surah Ali Imran ayat 159.

Mengapa selepas berazam, terus disebut tawakkal? Di manakah ‘usaha’?

Ahah! Apakah yang Allah mahu tunjukkan ini?

Maksudnya, sebaik sahaja sudah berniat untuk mendapatkan sesuatu(dalam hal kita ini adalah score exam), maka tawakkal sudah bermula ketika itu juga. Apakah tawakkal? Adakah tawakkal ini maksudnya berlepas tangan dan berdoa semata-mata? Tidak. Tidak dan tidak.

Tawakkal itu termasuklah usaha. Usaha kita adalah satu tawakkal juga.

Tidakkah anda melihat?

Tepuk dada tanya iman..


#COPY&PASTE





Isnin, 11 Mei 2015

Lirik Lagu Jalinan- Unic

Indahnya suasana kita dihari ini
Ceria bersama bermesra
Erat silaturrahim saling hormat menghormati
Tuntutan agama yang mulia

Ooh! Mari bersama kita jalinkan
Kasih sayang sesama insan
Di hari ini kita mulakan
Moga kekal untuk selamanya
Indahnya jika kita dapat bersama
Hidup selalu gembira di dunia ini
Lagi indahnya jika kita dapat bersama
Hidup di dalam gembira di akhirat sana


Erat Silaturrahim saling hormat menghormati
Tuntutan agama yang mulia
Yang tua dihormati
Yang muda disayangi
Cetuskan suasana harmoni

Ooh! Mari bersama kita jalinkan
Kasih sayang sesama insan
Di hari ini kita mulakan
Moga kekal untuk selamanya

Kita jalinkan
Kasih sayang



Tuhan berikan aku cinta-ayushita[lyrics]

Jumaat, 8 Mei 2015

Lirik Lagu Ainul Mardiah (UNIC)

Dirimu pembakar semangat perwira
Rela berkorban demi agama
Kau jadi taruhan berjuta pemuda
Yang bakal dinobat sebagai syuhada
Itulah janji pencipta Yang Esa

Engkaulah bidadari dalam syurga
Bersemayam di mahligai bahgia
Anggun gayamu wahai seorang puteri
Indahnya wajah bermandi seri

Menjadi cermin tamsilan kendiri
Untuk melakar satu wacana
Buatmu bernama wanita

Ainul Mardhiah
Kau seharum kuntuman di Taman Syurga
Menanti hadirnya seorang lelaki
Untuk menjadi bukti cinta sejati
Ooh! Tuhan
Bisakah dicari di dunia ini
Seorang wanita bak bidadari
Menghulurkan cinta setulus kasih
Dihati lelaki bernama kekasih

Ainul Mardiah


Ainul Mardhiah merupakan seorang bidadari yang paling cantik dalam kalangan bidadari-bidadari yang lain (bermaksud mata yang di redhai). Suatu pagi (dalam bulan puasa) ketika nabi memberi targhib (berita-berita semangat di kalangan sahabat
untuk berjihad/berdakwah untuk agama Allah) katanya siapa-siapa yang keluar di jalan Allah tiba-tiba ia syahid, maka dia akan dianugerahkan seorang bidadari yang paling cantik dalam kalangan bidadari2 syurga. Mendengar berita itu seorang sahabat yang usianya muda teringin sangat hendak tahu bagaimana cantiknya bidadari tersebut,
tetapi di sebabkan sahabat ini malu hendak bertanyakan kepada nabi saw,kerana malu kepada sahabat-sahabat yang lain. Namun dia tetap memberi nama sebagai salah sorang yang akan keluar di jalan Allah. Sebelum Zohor sunnah nabi akan tidur sebentar
(dipanggil khailulah, maka sahabat yang muda tadi juga turut bersama jemaah yang hendak berangkat tadi tidur bersama-sama sekejap.Tiba-tiba dalam tidur sahabat tersebut dia bermimpi berada di satu tempat yang sungguh indah, dia bertemu dengan seorang yang berpakaian yang bersih lagi cantik dan muka yang berseri2,lalu di tanya sahabat ini ,di manakah beliau berada,lalu ada suara yang menjawab,inilah syurga,tiba2 dia menyatakan hasrat untuk berjumpa dengan 'Ainul Mardhiah (bidadari yang Nabi saw bagitahu tadi),lalu ditunjuknya di suatu arah maka berjalanlah sahabat ini, disuatu pepohon beliau mendapati ada seorang wanita yang tak
pernah dia lihat kecantikan yang sebegitu,tak pernah dilihat didunia ini,lalu diberikan salam dan sahabat ini bertanya, andakah ini Ainul Mardhiah,wanita itu menjawab ehh tidakk(lebih kurang macam tu la dalam bahasa kita),saya penjaganya,Ainul Mardhiah ada di dalam singgahsana di sana.

Lalu dia berjalan dan memasuki satu mahligai yang cukup indah dan mendapati ada seorang lagi wanita yang kecantikannya berganda-ganda daripada yang pertama tadi di lihatnya, sedang mengelap permata-mata perhiasan di dalam mahligai,lalu diberi salam dan di tanya lagi adakah ini Ainul Mardiah lalu wanita itu menjawab,eh tidak, saya hanya penjagaya di dalam mahligai ini,Ainul Mardiah ada di atas mahligai sana, lalu dinaikinya anak-anak tangga mahligai permata itu, kecantikkannya sungguh mengkagumkan,lalu sahabat ini sampai ke satu mahligai dan mendapati seorang wanita yang berganda-ganda cantik dari yang pertama dan berganda-ganda catiknya dari yang kedua yang beliau jumpa tadi,dan tidak pernah di lihat di dunia,lalu wanita itu berkata,akulah Ainul Mardhiah, aku diciptakan untuk kamu dan kamu diciptakan untuk aku,bila lelaki itu mendekatinya wanita itu menjawab,nanti kamu belum syahid lagi,tersentak daripada itu pemuda itu pun terjaga dari tidurnya lalu dia menceritakan segala-galanya kepada sahabat lain, namun begitu dia memesan agar jangan menceritakan cerita ini kepada Nabi SAW,tapi sekiranya dia syahid barulah di ceritakan kepada Nabi saw.

Petang itu pemuda itu bersama-sama dengan jemaah yang terdapat Nabi saw di dalamnya telah keluar berperang/berjihad lalu ditakdirkan pemuda tadi telah syahid. Petang tersebut ketika semua jemaah telah pulang ke masjid, di waktu hendak berbuka puasa maka mereka telah menunggu makanan untuk berbuka (tunggu makanan adalah satu sunnah nabi). Maka kawan sahabat yang syahid tadi telah bangun dan merapati nabi saw dan menceritakan perihal mimpi pemuda yang syahid tadi.

Sahabat pemuda yang syahid tadi,dalam menceritakan kepada nabi saw,Nabi saw menjawab benar,benar,benar sepanjang cerita tersebut. Akhirnya nabi SAW berkata memang benar cerita sahabat kamu tadi dan sekarang ini dia sedang menunggu untuk berbuka puasa di syurga..

#copy&paste dari blog lain

Panca Sitara - Aku Debuk

Jumaat, 20 Februari 2015

Doa rabitah






Maksud:

Ya Allah Engkau mengetahui hati-hati ini
telah berkumpul kerana kasihkan mu
bertemu dan patuh padaMu
bersatu memikul dakwahMu
hati-hati ini telah berjanji setia
mendaulat dan menyokong syariatMu
maka eratkanlah akan ikatannya
kekalkan kemesraan hati ini
tunjukkan ia jalan yang sebenar
limpahkan dengan cahaya bagiMu
yang tak pernah padam
dan lapangkan dengan iman

Harapan padamu subur kembali-Saujana

Hijjaz - Tanah Ini Milik Kami (Official HD Music Video) #PRAY4GAZA #SAVE...

Selasa, 10 Februari 2015

Ainul Mardhiah by UNIC

Doa iman












Rotan Ayah

Ketika Cinta Bertasbih Guitar

Fikirkan Boleh - Metropolitan + Lirik Lagu

HambaMu - Lagu Tema Imam Muda

AKU SEORANG DOKTOR

doa dhuha



Maksud doa:
“Ya Allah bahawasanya waktu Dhuha itu waktu Dhuha-Mu, kecantikan itu ialah kecantikan-Mu , keindahan itu keindahan-Mu, kekuatan itu kekuatan-Mu, kekuasaan itu kekuasaan-Mu dan perlindungan itu perlindungan-Mu". "Ya Allah jika rezekiku masih di atas langit, turunkanlah dan jika ada di dalam bumi, keluarkanlah, jika sukar mudahkanlah, jika haram sucikanlah. Jika masih jauh dekatkanlah. Berkat waktu dhuha, keagungan, keindahan, kekuatan dan kekuasaan-Mu, limpahkanlah kepada kami segala yang telah engkau limpahkan kepada hamba-hamba-Mu yang soleh”

Doa Iman - UNIC